Isu penyalahgunaan fasilitas negara oleh keluarga pejabat kembali menjadi sorotan setelah beredarnya surat resmi dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) RI yang memfasilitasi istri Menteri UMKM, Tina Astari alias Agustina Hastarini, dalam kunjungan misi budaya ke sejumlah negara Eropa. Surat tersebut mengundang kritik publik karena Tina bukan pejabat atau pegawai kementerian.
Polemik ini mengemuka di tengah peran strategis Kementerian UMKM dalam percepatan ekonomi rakyat dan pengelolaan potensi usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia. Artikel ini akan membahas secara mendalam persoalan etika, tata kelola, serta pengaruh isu ini terhadap persepsi publik mengenai integritas pejabat negara.
Kontroversi Surat Dinas untuk Istri Menteri UMKM
Surat dari Sekretaris Kementerian UMKM yang meminta bantuan diplomatik kepada KBRI di beberapa negara untuk mendampingi Tina Astari selama misi budaya menuai perbincangan panas di media sosial. Sumber permasalahannya terletak pada status Tina yang bukan pejabat atau ASN aktif di lingkungan kementerian, sehingga publik menilai permintaan fasilitas dan dukungan negara tidak memiliki justifikasi legal dan etis.
Dalam konteks aturan administrasi, perjalanan dinas dan fasilitas negara hanya diperuntukkan bagi pejabat serta pegawai negeri yang memiliki penugasan resmi, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.02/2021 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022. Tindakan ini dianggap sebagai bentuk potensi nepotisme dan konflik kepentingan yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap profesionalisme birokrasi.
Peran dan Ranah Kegiatan Misi Budaya: Apakah Relevan Bagi Kementerian UMKM?
Kegiatan “Misi Budaya” yang dilakukan Tina Astari juga dipertanyakan urgensinya dalam konteks tugas dan fungsi Kementerian UMKM. Kegiatan kunjungan ke negara-negara yang identik dengan fashion dan budaya Eropa tidak dijelaskan secara detail tujuan, manfaat, maupun kaitannya dengan pengembangan koperasi dan UMKM di tanah air.
Selama ini, porsi pengembangan relasi budaya lebih merupakan program Direktorat Jenderal Kebudayaan, bukan domain utama Kementerian UMKM. Tanpa adanya justifikasi kinerja yang jelas dan demonstrasi dampak nyata bagi pelaku UMKM nasional, perjalanan ini riskan dimaknai sebagai upaya memperluas jejaring pribadi yang menggunakan perangkat negara secara tidak semestinya.
Pentingnya Tata Kelola Kementerian UMKM di Era Transformasi Ekonomi
Menteri UMKM saat ini, Maman Abdurrahman, membawa banyak terobosan seperti peluang izin usaha pertambangan untuk UMKM lokal. Upaya affirmative action ini menjadi harapan bagi pemerataan ekonomi rakyat. Namun, kabar tentang penyalahgunaan fasilitas negara oleh keluarga pejabat berpotensi menggerus semangat reformasi birokrasi yang sedang dibangun.
Untuk menjaga kredibilitas dan reputasi, kementerian seharusnya lebih tegas dalam membatasi penggunaan fasilitas negara hanya untuk pejabat yang sah dan memastikan transaksi administrasi tidak terbawa kepentingan pribadi. Keterlibatan pihak luar tanpa landasan hukum memperlemah akuntabilitas serta menjauhkan UMKM dari tujuan pembangunan berkelanjutan.
Integritas Pejabat dan Tuntutan Transparansi Publik
Isu ini mendorong tuntutan masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dari pejabat negara. Penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan keluarga pejabat tanpa dasar yang jelas akan berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Faktor integritas sangat menentukan kredibilitas kebijakan dan kesuksesan program-program UMKM, baik di level pusat maupun daerah. Untuk menjaga kehormatan lembaga, penting bagi pejabat dan keluarganya untuk selalu memisahkan kepentingan pribadi dari tugas negara, serta mengedepankan prinsip meritokrasi dan keadilan dalam segala tindakan.
Kontroversi terkait penggunaan fasilitas negara oleh istri Menteri UMKM menjadi pengingat pentingnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan beretika. Tindakan-tindakan yang melenceng dari aturan dan etika birokrasi dapat mencederai semangat reformasi, mengaburkan tujuan transformasi sektor UMKM, serta merusak kepercayaan publik.
Untuk memastikan kemajuan ekonomi kerakyatan melalui UMKM, semua pihak yang terlibat harus menjunjung tinggi integritas dan transparansi. Kementerian UMKM diharapkan semakin memperkuat sistem pengawasan internal, membatasi ruang intervensi kepentingan pribadi, dan memastikan setiap penggunaan fasilitas negara selaras dengan kepentingan bangsa, bukan individu. Hanya dengan demikian, visi pembangunan ekonomi inklusif dapat benar-benar terwujud.