Site icon InformasiBerita

Absennya Xi Jinping di KTT BRICS 2025 Dampak dan Implikasi

KTT BRICS 2025 di Brasil menandai momen penting dalam dinamika geopolitik global karena Presiden China, Xi Jinping, untuk pertama kalinya sejak menjabat pada 2012, absen dari forum para pemimpin negara-negara berkembang ini. Ketidakhadiran Xi memicu analisis mendalam terkait prioritas Tiongkok, tekanan domestik yang dihadapi Beijing, serta masa depan BRICS sebagai blok tandingan dominasi Barat.

Artikel ini akan menggali alasan di balik absennya Xi, dampaknya terhadap posisi China di BRICS, perubahan peta diplomasi global, serta reaksi negara-negara anggota lain. Apakah ketidakhadiran Xi merupakan sinyal perubahan kebijakan, atau sekadar penyesuaian sementara dalam strategi diplomatik China?

Tekanan Domestik di Balik Ketidakhadiran Xi Jinping

Salah satu faktor utama yang diyakini mendorong absennya Xi Jinping dari KTT BRICS 2025 adalah tekanan domestik yang meningkat di China. Krisis properti yang belum mereda, lesunya konsumsi dalam negeri, serta ancaman tarif baru dari Amerika Serikat telah memaksa pemerintah China untuk memfokuskan energinya pada kebijakan internal.

Selain itu, Beijing sedang bersiap menyusun Rencana Lima Tahun ke-15 yang krusial untuk arah ekonomi dan politik negara mulai 2026. Konsultasi publik yang intensif dan penyusunan proposal strategis membutuhkan kehadiran dan kepemimpinan Xi di dalam negeri. Kondisi ini menunjukkan bahwa agenda domestik saat ini lebih mendesak ketimbang pertemuan diplomatik di luar negeri, meski biasanya China sangat aktif di forum-forum internasional seperti BRICS.

Dampak Absennya Xi Terhadap Posisi China di BRICS

Sebagai perekonomian terbesar di BRICS, kontribusi China sangat signifikan; tercatat menyumbang sekitar 60% PDB nominal kelompok ini dan menjadi mitra dagang utama hampir semua anggota. Absennya Xi membuat jangkauan diplomatik China di forum puncak menjadi kurang optimal.

Delegasi yang dipimpin Perdana Menteri Li Qiang memang tetap membawa pesan dan agenda Beijing, namun tidak dapat menggantikan pengaruh langsung yang biasanya hadir dari keterlibatan Xi sendiri.

Situasi ini berpotensi mengurangi kapasitas China untuk mengakomodasi kepentingan strategisnya dan memajukan visi alternatif terhadap tatanan global di hadapan anggota-anggota baru seperti Indonesia, Mesir, dan UEA.

Masa Depan BRICS di Tengah Ketegangan dan Perluasan

Ketiadaan Xi Jinping di pertemuan puncak kali ini terjadi di tengah momentum penting: BRICS semakin meluas, menerima anggota baru, dan mengupayakan reformasi sistem perdagangan serta keuangan global.

Blok ini berada di bawah tekanan untuk menunjukkan solidaritas dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dunia dan kebijakan tarif diskriminatif dari AS.

Namun, ketidakhadiran Xi juga menyoroti tantangan internal BRICS, termasuk rivalitas dan gesekan perdagangan antara negara anggota, serta perdebatan seputar ide-ide besar seperti mata uang BRICS.

Peran kepemimpinan China yang sedikit menurun di forum ini mungkin membuka ruang bagi negara-negara anggota lain, seperti Brasil dan India, untuk lebih menonjol dalam memperjuangkan kepentingannya.

Respon Internal dan Spekulasi Dunia Internasional

Absennya Xi Jinping telah memunculkan berbagai spekulasi tentang stabilitas politik internal China, mulai dari isu kendali atas militer hingga pengaruh rival politiknya.

Di sisi lain, beberapa pengamat internasional menilai, BRICS tidak selamanya akan menjadi “bidak” China semata, apalagi dengan munculnya langkah proteksionisme seperti tarif terhadap produk China yang diberlakukan oleh anggota lain, termasuk Indonesia dan Brasil.

Ketegangan bilateral, khususnya antara China dan India, juga menambah lapisan kompleksitas pada dinamika internal BRICS.

Meski demikian, Beijing tetap konsisten memandang BRICS sebagai poros strategis perubahan tatanan dunia, yang bertujuan mengurangi dominasi Barat melalui solidaritas Selatan Global.

Absennya Xi Jinping dari KTT BRICS 2025 menjadi peristiwa yang sarat makna, baik dari perspektif kebijakan luar negeri China maupun arah kelompok BRICS sendiri.

Tekanan domestik dan kebutuhan menjaga kestabilan dalam negeri membuat Xi memprioritaskan agenda internal, sementara delegasi resmi tetap menjaga komitmen China.

Meski pengaruh Beijing mengalami penurunan posisi, absennya Xi membuka ruang dialog yang lebih dinamis di antara anggota BRICS lainnya dan menyoroti pentingnya solidaritas tanpa dominasi tunggal.

Namun, prioritas China terhadap BRICS tidak berubah; blok ini tetap menjadi instrumen penting dalam menghadapi tekanan Barat dan memperkuat kedaulatan finansial negara berkembang.

Perkembangan selanjutnya akan menunjukkan apakah kebijakan absensi Xi merupakan penyesuaian jangka pendek atau awal dari perubahan strategi diplomasi China di panggung dunia.

Author

Exit mobile version