JAKARTA, MikulNews — Lima anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang dinonaktifkan oleh partai masing-masing dilaporkan masih menerima hak keuangan penuh, termasuk gaji dan tunjangan, selama periode penonaktifan mereka. Penonaktifan yang bersifat sementara ini tidak menghapus hak finansial para anggota legislatif tersebut.
Daftar anggota yang dinonaktifkan mencakup Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem, serta Eko Patrio dan Uya Kuya dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN). Seorang anggota lagi dari Fraksi Partai Golkar juga termasuk dalam daftar ini. Sanksi penonaktifan ini dijatuhkan setelah mereka mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
“Mereka tetap mendapatkan hak keuangan tertentu selama masa penonaktifan,” ujar seorang pakar hukum tata negara, seperti dikutip dari Kompas.com. Ketentuan ini didasarkan pada Pasal 244 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Penegasan ini mengklarifikasi bahwa status nonaktif tidak sama dengan pemberhentian tetap yang akan menghapus seluruh hak dan kewajiban seorang anggota dewan.
Menurut penjelasan yang dirangkum oleh CNBC Indonesia, status nonaktif hanya menghentikan sementara aktivitas legislatif para anggota tersebut. Namun, negara tetap berkewajiban membayarkan gaji dan tunjangan mereka hingga ada keputusan lebih lanjut dari partai atau lembaga DPR. Mekanisme ini diatur sedemikian rupa agar hak keuangan anggota tetap terjamin selama masa peninjauan lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Baca juga: LRT Jabodetabek Perluas Rute ke Bogor, Atasi Macet Jabodetabek
Kendati demikian, langkah penonaktifan ini merupakan sinyal kuat dari partai politik untuk menegakkan disiplin di antara para anggotanya. Keberlangsungan pembayaran gaji dan tunjangan ini menjadi topik perhatian publik, yang menyoroti bagaimana sanksi disiplin partai berinteraksi dengan hak-hak finansial anggota legislatif secara keseluruhan.
Keputusan penonaktifan ini muncul di tengah sorotan publik yang tajam terhadap sikap anggota DPR yang dianggap menyimpang dari etika dan peraturan partai serta DPR. Masyarakat secara aktif mengawasi upaya penegakan disiplin yang dilakukan oleh partai politik guna memelihara kredibilitas lembaga parlemen.
Upaya ini juga sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam menangani anggota DPR yang bermasalah. Hal ini penting untuk memberikan kepastian kepada publik mengenai status dan hak keuangan para wakil rakyat yang sedang menghadapi proses disiplin partai atau lembaga.
Para anggota DPR yang kini berstatus nonaktif diharapkan dapat memahami implikasi dari tindakan mereka dan tetap memikul tanggung jawab atas pernyataan serta sikap yang telah mereka ambil selama menjabat sebagai wakil rakyat. Proses penonaktifan ini merupakan bagian esensial dari mekanisme pengawasan internal yang krusial di dalam lembaga legislatif Indonesia.
Dengan demikian, meskipun kelima anggota DPR tersebut untuk sementara waktu tidak dapat menjalankan tugas-tugas legislatif mereka, hak mereka untuk menerima gaji dan tunjangan tetap dipertahankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan DPR serta peraturan perundang-undangan yang relevan.