Site icon Mikulnews.com

Tunjangan DPR Rp50 Juta Picu Protes Keadilan Fiskal, Presiden Janjikan Pencabutan

JAKARTA, MikulNews — Gelombang protes masyarakat sipil, pengamat politik, dan diaspora Indonesia memuncak pada 25 Agustus 2025 kemarin di depan Gedung DPR RI, menyoroti kenaikan tunjangan perumahan anggota legislatif menjadi Rp50 juta per bulan.

Keputusan ini diambil sebagai pengganti fasilitas rumah dinas di Kalibata dan dikritik tajam karena kurangnya transparansi, empati terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang sedang berjuang, serta potensi beban finansial bagi negara.

Johanes Widijantoro, anggota Ombudsman RI, menyatakan pada Senin, 1 September 2025, bahwa respons tidak berempati dari beberapa pimpinan DPR memperburuk situasi. “Respons sejumlah pimpinan DPR RI yang tidak menunjukkan empati terhadap penderitaan rakyat justru memperburuk keadaan. Publik melihat ketidakpekaan ini di tengah kondisi ekonomi yang semakin berat,” tegas Widijantoro.

Menanggapi polemik tersebut, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan niat untuk mencabut beberapa kebijakan DPR, termasuk besaran tunjangan anggota dewan. “Akan dilakukann pencabutan, beberapa kebijakan DPR RI termasuk besaran tunjangan anggota DPR,” ujar Prabowo, meskipun detail pelaksanaannya belum dirinci.

Seorang anggota DPR secara resmi menerima gaji pokok berkisar antara Rp4.200.000 hingga Rp5.040.000 setiap bulan. Namun, total penghasilan bulanan mereka dapat melonjak hingga ratusan juta rupiah berkat akumulasi berbagai tunjangan. Ini meliputi tunjangan keluarga, uang sidang, tunjangan jabatan, beras, PPh Pasal 21, kehormatan, komunikasi, peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, listrik dan telepon, fasilitas kredit mobil, bantuan asisten, serta tunjangan perumahan.

Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, melihat isu ini sebagai momen krusial bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan. Ia mencontohkan Inggris yang baru melakukan reformasi tunjangan parlemen pada tahun 2009, menyusul skandal penggunaan dana publik untuk kepentingan pribadi oleh anggota parlemen.

Beberapa usulan reformasi tunjangan diajukan, termasuk pemberian tunjangan rumah hanya bagi anggota DPR dari luar Jabodetabek dengan mekanisme penggantian (reimbursement) dan plafon yang masuk akal. Tujuannya adalah untuk mengakhiri pemberian tunjangan seragam yang dinilai tidak proporsional.

Dasar hukum mengenai gaji pokok anggota DPR RI tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000. Kepatuhan terhadap Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan Surat Menteri Keuangan nomor S-520/MK.02/2015 juga menjadi acuan. Evaluasi kinerja dan gaji DPR perlu dibuka kepada publik agar lebih transparan.

Reformasi 1998 tidak hanya dipicu oleh krisis moneter, tetapi juga oleh ketidakpuasan rakyat terhadap kolusi elit dalam penggunaan kekuasaan dan kekayaan.

Evaluasi menyeluruh terhadap sistem tunjangan DPR yang melibatkan partisipasi publik diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan sosial, yang esensial untuk memelihara kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.

Kepercayaan publik pada lembaga legislatif sangat penting, dan reformasi diperlukan untuk mencapai keadilan sosial.

Author

Exit mobile version