JAKARTA, MikulNews — Ribuan massa telah membanjiri jalanan sejak akhir Agustus 2025, menyuarakan serangkaian tuntutan rakyat yang dikenal sebagai “17+8 tuntutan rakyat”. Aksi demonstrasi yang meluas sepanjang tahun 2025 ini menggarisbawahi sebuah narasi kekecewaan publik terhadap berbagai kebijakan yang dinilai belum berpihak kepada masyarakat secara luas, menurut pandangan seorang pengamat politik yang dikutip dari Kompas.com.
Kelompok-kelompok seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bersama elemen masyarakat lainnya memprakarsai gelombang unjuk rasa ini, menyoroti isu-isu krusial seperti penurunan harga bahan pokok, perlindungan hak-hak buruh, peningkatan transparansi anggaran negara, serta urgensi reformasi pada sistem hukum yang berlaku.
Mayoritas tuntutan ini terbagi dalam dua fase krusial: 17 tuntutan jangka pendek yang harus segera terpenuhi sebelum tanggal 5 September 2025, dan delapan agenda reformasi struktural yang ditargetkan selesai pada tahun 2026 mendatang. Secara spesifik, tuntutan-tuntutan tersebut berfokus pada peningkatan transparansi dalam jalannya pemerintahan, upaya agresif dalam penanganan kasus korupsi, serta peningkatan kualitas layanan publik yang lebih merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu poin paling mendesak yang disuarakan adalah pembentukan Tim Investigasi Independen. Tim ini diharapkan dapat mengusut secara tuntas kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia dan praktik korupsi yang terus menjadi sorotan publik. Tuntutan rakyat juga secara tegas menekankan perlunya perbaikan fundamental pada sistem pendidikan dan kesehatan, agar akses dan kualitasnya dapat dirasakan lebih merata oleh seluruh warga negara Indonesia.
Menanggapi gelombang tuntutan ini, Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan keseriusannya dalam menindaklanjuti aspirasi rakyat. “Kami memahami aspirasi rakyat dan berkomitmen untuk segera menindaklanjuti 17 tuntutan tersebut agar tercipta pemerintahan yang bersih dan berkeadilan,” pernyataan Presiden tersebut dilaporkan oleh CNBC Indonesia. Pernyataan ini menegaskan adanya kesadaran pemerintah terhadap desakan publik.
Data yang dirilis oleh berbagai media menunjukkan bahwa sebanyak 12 demonstrasi besar telah dilaksanakan sepanjang tahun ini, mencakup berbagai isu mulai dari harga Bahan Bakar Minyak (BBM), penegakan hukum yang adil tanpa diskriminasi, hingga perlindungan terhadap lingkungan hidup. Para demonstran menyampaikan harapan besar agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat memberikan respons yang cepat demi memulihkan situasi yang kondusif.
Seorang perwakilan massa aksi mengungkapkan ekspektasinya dengan mengatakan, “Kami menuntut agar semua pihak yang berwenang dapat memenuhi tuntutan rakyat dengan cepat dan transparan agar kepercayaan publik kembali pulih,” demikian kutipan dari Detik.com. Hal ini menggarisbawahi pentingnya responsivitas dan akuntabilitas pemerintah.
Agenda reformasi yang lebih luas juga menjadi bagian integral dari tuntutan ini, termasuk pengesahan rancangan undang-undang (RUU) yang berkaitan erat dengan pemberantasan korupsi dan perlindungan hak asasi manusia. Para aktivis juga menekankan pentingnya prinsip empati dalam perumusan setiap kebijakan, memastikan tidak ada kelompok masyarakat yang merasa terpinggirkan oleh keputusan pemerintah.
Dengan tenggat waktu pemenuhan tuntutan hingga akhir 2025 dan target reformasi hingga 2026, “17+8 tuntutan rakyat” menandai sebuah periode krusial dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Momentum ini memberikan kesempatan bagi pemerintah dan legislatif untuk menjawab harapan masyarakat dengan transparansi dan penuh tanggung jawab. Para pengamat menilai pemenuhan tuntutan ini secara komprehensif dapat berkontribusi pada stabilitas nasional serta meminimalisir potensi konflik sosial yang dapat menghambat kemajuan pembangunan nasional di masa mendatang.

