JAKARTA, Mikulnews — Ancaman kesehatan masyarakat yang mematikan terus menghantui Indonesia dalam bentuk rabies, sebuah penyakit yang menyerang otak dan sistem saraf, ditularkan melalui gigitan hewan. Potensi penularan ini memerlukan kewaspadaan tinggi, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap penyakit yang juga dikenal sebagai “penyakit anjing gila” ini.
Infeksi virus *Lyssavirus* ini dapat berpindah ke manusia melalui berbagai cara, termasuk gigitan, cakaran, atau air liur hewan yang terinfeksi, dengan anjing menjadi pembawa utama. Namun, kucing, kera, kelelawar, rubah, musang, serta hewan liar lainnya juga berisiko menyebarkan virus mematikan ini. Masyarakat di daerah endemis diingatkan untuk senantiasa waspada terhadap berbagai potensi dan gejala rabies yang mungkin muncul setelah kontak dengan hewan yang terindikasi membawa virus tersebut.
Perjalanan virus rabies dalam tubuh manusia tidak instan, dengan masa inkubasi yang umumnya berkisar antara tiga hingga dua belas minggu pasca-kontak. Namun, terdapat kemungkinan gejala muncul lebih cepat, terutama jika luka gigitan berada di dekat area otak. Tahap awal infeksi biasanya ditandai dengan demam, sakit kepala, perasaan tidak nyaman secara umum, dan rasa sakit di lokasi gigitan.
Seiring perkembangan penyakit, gejala dapat berubah menjadi lebih mengkhawatirkan, meliputi kebingungan, perubahan perilaku menjadi agresif, munculnya halusinasi, produksi air liur yang berlebihan, kejang otot, serta kesulitan signifikan dalam menelan dan bernapas. Kelumpuhan juga dapat terjadi sebagai manifestasi akhir dari infeksi rabies yang parah. Salah satu manifestasi klasik yang sering diidentifikasi adalah hidrofobia, atau ketakutan terhadap air, yang dipicu oleh kejang pada otot tenggorokan saat mencoba menelan cairan.
Menyoroti urgensi penanganan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/508/2025, menekankan kewaspadaan terhadap kasus rabies. Data tahun 2024 menunjukkan angka mengkhawatirkan dengan 185.359 kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) dan 122 kematian pada manusia, sementara hingga 7 Maret 2025, tercatat 13.453 gigitan HPR dan 25 kematian manusia akibat penyakit ini.
Pencegahan rabies merupakan kunci utama, dimulai dengan vaksinasi hewan peliharaan, khususnya anjing, yang sangat krusial dalam memutus rantai penularan. “Masyarakat diharapkan bisa menerapkan sikap waspada dan bersegera untuk melakukan pertolongan pertama saat digigit hewan penular rabies dengan mencuci luka gigitan dengan sabun/detergen pada air mengalir selama 15 menit dan memberikan antiseptik atau sejenisnya,” ujar dr. Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular. Segera setelah tindakan pertolongan pertama, penting untuk mencari bantuan medis profesional di fasilitas kesehatan terdekat guna mendapatkan serum dan vaksin rabies.
Menghindari kontak langsung dengan hewan liar atau hewan peliharaan yang status vaksinasinya tidak diketahui adalah langkah pencegahan tambahan yang vital. Melaporkan setiap insiden gigitan hewan atau penemuan hewan yang menunjukkan gejala rabies kepada pihak berwenang, seperti petugas kesehatan atau dinas peternakan, sangatlah dianjurkan. Edukasi publik mengenai bahaya rabies dan metode pencegahannya juga memegang peranan penting.
Beberapa wilayah di Indonesia telah menginisiasi program vaksinasi massal untuk hewan peliharaan guna membendung penyebaran rabies. Contohnya, Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Peternakan (DTPHP) Musi Rawas, Sumatera Selatan, menyediakan 2.700 dosis vaksin rabies untuk anjing, kucing, dan kera, dengan pelaksanaan yang dimulai awal September dan ditargetkan selesai pada akhir bulan tersebut, demikian disampaikan oleh Kabid Kesehatan Hewan dan Peternakan DTPHP Musi Rawas, Sadjadi, pada Senin (8/9/2025). Di Kota Kupang, kasus rabies terbaru yang terdeteksi di Kelurahan Maulafa mendorong pemerintah kota untuk meningkatkan imbauan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati.
Mengenali lebih dalam tentang rabies, termasuk manifestasi gejalanya, penyebab utama, dan strategi pencegahan yang efektif, merupakan langkah esensial dalam melindungi diri dan komunitas dari penyakit yang berpotensi fatal ini. Melalui kewaspadaan yang berkelanjutan, program vaksinasi yang komprehensif, dan respons cepat terhadap potensi paparan, penyebaran rabies dapat dikendalikan, sekaligus menyelamatkan banyak nyawa.