JAKARTA, Mikulnews — Penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,08% pada Agustus 2025 menandai periode deflasi bulanan bagi Indonesia, berbanding terbalik dengan inflasi tahunan yang tetap berada di angka 2,31%. Angka IHK tercatat mengalami pergeseran dari 108,60 pada Juli menjadi 108,51 di bulan berikutnya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, merinci lebih lanjut dalam konferensi pers virtual pada Senin (1/9/2025), menyatakan, “Pada Agustus 2025 terjadi deflasi sebesar 0,08 persen secara bulanan atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,60 pada Juli 2025 menjadi 108,51 pada Agustus 2025.” Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi kontributor utama pergerakan harga negatif ini, dengan komoditas spesifik seperti tomat dan cabai rawit yang mengalami penurunan harga signifikan.
Penurunan harga tomat memberikan andil deflasi sebesar 0,10%, sementara cabai rawit berkontribusi sebesar 0,07%. Selain itu, tarif angkutan udara tercatat mengalami penurunan sebesar 0,03%, dan harga bensin menyumbang penurunan 0,02%. Penyesuaian harga pada produk bahan bakar seperti Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertamax Green 95 yang berlaku sejak awal Agustus, turut mempengaruhi angka tersebut.
Namun, laju deflasi ini sebagian tertahan oleh kenaikan harga pada beberapa komoditas lain. Bawang merah dan beras masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,05% dan 0,03%. Gangguan pasokan dari Jawa Timur dan Sulawesi akibat kondisi kemarau basah disebut sebagai penyebab utama kenaikan harga bawang merah. Di sisi lain, biaya pendidikan juga berperan dalam menyeimbangkan pergerakan indeks harga.
Fenomena deflasi pada bulan Agustus ini tercatat sebagai pola musiman yang konsisten sejak tahun 2021, meskipun tingkat deflasi pada Agustus 2025 lebih rendah dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Secara regional, Bali menjadi salah satu daerah yang mengalami deflasi dengan angka 0,39%, yang mayoritas disumbang oleh sektor makanan, minuman, dan tembakau. Kabupaten Rembang di Jawa Tengah juga melaporkan deflasi setinggi 0,20%. Sementara itu, Balikpapan dan Penajam Paser Utara (PPU) di Kalimantan Timur juga mencatat tren deflasi yang didorong oleh penurunan harga pangan dan tarif transportasi, seperti yang dijelaskan oleh Robi Ariadi, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Balikpapan.
Bank Indonesia melaporkan bahwa inflasi tahunan Indonesia untuk Agustus 2025 berhasil dikendalikan pada angka 2,31%, berada dalam sasaran yang ditetapkan sebesar 2,5±1%. Stabilitas ini didukung oleh adanya deflasi pada sektor pangan dan tarif. BI juga optimis bahwa inflasi untuk kelompok volatile food akan tetap terjaga berkat sinergi yang terjalin erat melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Pemerintah perlu mewaspadai dampak deflasi yang berkepanjangan, yang berpotensi menandakan penurunan daya beli masyarakat, meskipun secara umum deflasi memberikan keuntungan berupa harga barang dan jasa yang lebih terjangkau bagi konsumen. Di sisi produsen, penurunan harga dapat berarti pengurangan pendapatan. Oleh karena itu, koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia terus menjadi kunci untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan barang.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menargetkan selesainya perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan negara-negara Teluk pada akhir tahun 2025, sebuah langkah strategis yang diharapkan dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui peningkatan ekspor.
Data deflasi agustus 2025 ini menunjukkan dinamika ekonomi Indonesia yang memerlukan perhatian kebijakan yang berimbang. Pemerintah dan Bank Indonesia berkomitmen untuk terus berupaya menjaga stabilitas harga dan memastikan pasokan barang terpenuhi.