JAKARTA, Mikulnews — Peningkatan drastis penyakit kronis yang sebelumnya menyerang usia 40-an kini banyak ditemui pada individu berusia 20-an, sebuah tren yang dikhawatirkan dr. Gilbert Golhi dari Klinik Bumame Cabang Cideng, menyoroti kebiasaan mengonsumsi minuman manis yang semakin merajalela di kalangan generasi muda Indonesia. Fakta ini muncul di tengah kekhawatiran serius atas konsumsi berlebihan minuman manis di Indonesia, yang berkontribusi signifikan terhadap lonjakan masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan kerusakan gigi. Masyarakat dihimbau untuk segera mengurangi asupan cairan bergula ini dan beralih ke pilihan yang lebih menyehatkan.
Minuman seperti soda, minuman energi, jus buah dalam kemasan, serta kopi dan teh dengan pemanis tambahan seringkali menyembunyikan kadar gula yang sangat tinggi, yang secara umum diidentifikasi sebagai ‘kalori kosong’ oleh Direktorat SMP karena minimnya nutrisi esensial yang ditawarkan. Konsumsi gula yang melampaui batas direkomendasikan dapat memicu kenaikan berat badan yang tidak diinginkan, resistensi insulin, serta peradangan kronis yang menjadi biang keladi penyakit metabolik.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan data yang mengkhawatirkan mengenai prevalensi obesitas pada orang dewasa yang terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pola makan yang tidak seimbang, dengan minuman manis sebagai salah satu kontributor utamanya, telah menempatkan Indonesia pada posisi ketiga sebagai negara dengan konsumsi minuman berpemanis tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
Lebih dari sekadar penambah berat badan, asupan gula berlebihan dari minuman manis ini juga terindikasi kuat memicu penyakit jantung. Studi menunjukkan adanya korelasi antara konsumsi gula yang tinggi dengan meningkatnya kadar trigliserida dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah, sebuah kondisi yang dapat mempercepat pembentukan plak di arteri, sehingga meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke secara signifikan, bahkan satu kaleng minuman manis per hari dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung sebanyak 20%.
Risiko ini tidak terbatas pada orang dewasa; anak-anak juga menghadapi ancaman serius. Gula dalam minuman manis menjadi santapan empuk bagi bakteri di mulut, yang kemudian menghasilkan asam perusak enamel gigi, berujung pada gigi berlubang. Oleh karena itu, upaya edukasi sejak dini mengenai bahaya minuman manis menjadi sangat krusial untuk mencegah masalah kesehatan gigi di kemudian hari.
Pemerintah dan berbagai lembaga kesehatan berupaya keras menanamkan kesadaran publik akan bahaya minuman manis melalui kampanye media, penyuluhan di sekolah, serta penataan pelabelan kandungan gula pada produk makanan dan minuman. Pengaturan ketat terkait iklan minuman berpemanis juga menjadi salah satu agenda penting.
Setiap individu didorong untuk lebih cermat dalam memilih minuman sehari-hari, dengan air putih tetap menjadi pilihan utama untuk hidrasi. Bagi yang menginginkan variasi rasa, mengonsumsi buah-buahan segar atau membuat jus sendiri tanpa pemanis tambahan menjadi alternatif yang baik. Pilihan lain yang tak kalah sehat adalah minuman tanpa pemanis seperti teh atau kopi, serta infused water, kombucha, air lemon, dan protein shake.
Membatasi bukan berarti melarang; konsumsi minuman manis dapat dilakukan dengan bijak dalam jumlah terbatas. Penting untuk selalu memeriksa label kandungan gula dan memilih alternatif yang lebih sehat kapan pun memungkinkan. Kunci kesehatan jangka panjang terletak pada gaya hidup seimbang yang mencakup pola makan bergizi dan olahraga teratur, di mana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan aktivitas fisik minimal 150 menit per minggu.
Dengan kesadaran yang meningkat dan perubahan perilaku konsumsi, masyarakat Indonesia dapat secara proaktif mengurangi dampak negatif minuman manis, memitigasi risiko penyakit kronis di masa depan, dan menjaga kesehatan generasi penerus bangsa.