Site icon Mikulnews.com

Jakarta: Dari Pelabuhan Kuno ke Megapolitan Modern, Menelisik Jejak Sejarah dan Tantangan Masa Kini

JAKARTA, Mikulnews — Perjalanan panjang Jakarta, yang dimulai sebagai pelabuhan kecil di muara Sungai Ciliwung pada abad ke-4 Masehi, telah mengantarkannya menjadi sebuah megapolitan yang kini dikenal sebagai pusat perdagangan internasional dan ibu kota negara.

Sejarah pesisir dan pelabuhan Jakarta menunjukkan adanya permukiman manusia sejak era kebudayaan Buni, yang ditandai dengan penemuan Prasasti Tugu di Jakarta Utara sebagai catatan sejarah tertua.

Pada abad ke-14, wilayah ini dikenal sebagai Sunda Kalapa, sebuah pelabuhan krusial bagi Kerajaan Padjadjaran. Tonggak sejarah penting tercatat pada 22 Juni 1527, ketika Pangeran Fatahillah berhasil merebut Sunda Kalapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta, momen yang kini dirayakan sebagai hari lahir kota ini.

Hadiran VOC Belanda pada abad ke-16 menandai pergantian kekuasaan, di mana Jayakarta berubah nama menjadi Batavia pada 4 Maret 1621. Pembangunan kawasan “Kota Tua Jakarta” yang berdekatan dengan laut berlangsung antara tahun 1619 hingga 1799, era kekuasaan VOC. Pemerintah kolonial Belanda bahkan membangun sistem kanal menyerupai negara asal mereka untuk melindungi Batavia dari banjir.

Di awal abad ke-20, Batavia bertransformasi menjadi pusat pergerakan nasional, sebuah era yang dikenang melalui penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua pada tahun 1928.

Selama pendudukan Jepang antara tahun 1942 hingga 1945 dalam Perang Dunia II, nama Batavia diubah menjadi Jakarta Tokubetsu Shi.

Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Jakarta segera memegang peranan sentral sebagai pusat aktivitas politik dan pemerintahan. Status Ibu Kota Negara secara resmi disematkan pada Jakarta pada tahun 1966, memicu perkembangan pesat dalam pembangunan pusat bisnis, akomodasi, hingga pendirian kedutaan besar.

Melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007, yang disahkan pada 30 Juli 2007, Jakarta berganti nama menjadi DKI Jakarta, sekaligus mengukuhkan statusnya sebagai daerah otonomi khusus ibukota.

Perkembangan SEJARAH JAKARTA terus berlanjut, menjadikannya megapolitan dan salah satu kota terbesar di dunia, menawarkan kehidupan perkotaan yang semarak, keragaman budaya, dan destinasi kelas dunia.

Dalam konteks terkini, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, baru-baru ini mengungkapkan bahwa Pemerintah Daerah DKI Jakarta sepenuhnya menanggung biaya bagi 716 orang yang menjadi korban unjuk rasa di luar dan di dalam markas Polri. “Ada 716 orang yang menjadi korban unjuk rasa di luar Polri, di Polri tersendiri. 700 lebih tadi semua biaya ditanggung sepenuhnya oleh Pemda DKI Jakarta,” ujar Pramono Anung di Balai Kota, pada Senin (1/9/2025).

Ia menambahkan bahwa perbaikan fasilitas umum seperti Transjakarta akan segera dilaksanakan dengan target penyelesaian pada tanggal 8-9 September.

Pramono Anung juga menyoroti masalah kemacetan yang diperparah oleh proyek galian yang belum rampung, menekankan perlunya koordinasi lintas instansi dan penyusunan standar operasional prosedur (SOP) khusus sebelum proyek dimulai. Kawasan TB Simatupang diidentifikasi sebagai salah satu titik fokus penanganan kemacetan, dengan rencana pembukaan jalur tol untuk mengurangi kepadatan lalu lintas.

Perkembangan infrastruktur terus berlanjut, termasuk penetapan lokasi pembangunan jalan tol dalam kota Jakarta ruas Semanan–Sunter pada 8 Agustus 2025.

Warisan budaya Betawi yang kaya, termasuk bahasa, kesenian, dan kuliner khas, tercermin dalam sejarah Jakarta yang juga dipengaruhi oleh percampuran budaya Tionghoa, Arab, Bugis, dan Sunda. Keberadaan bangunan tua peninggalan Hindia-Belanda, sistem irigasi yang terstruktur sejak masa penjajahan, serta berbagai museum dan galeri seni seperti Museum Wayang dan Museum Keramik, menjadi bukti kekayaan sejarah kota ini.

Jakarta terus berupaya untuk menjadi kota yang lebih baik bagi seluruh warganya.

Author

Exit mobile version