Mikulnews.com – Sebanyak 86 warga negara Indonesia diamankan aparat Kepolisian Kamboja setelah melarikan diri dan melakukan perlawanan dari sebuah perusahaan penipuan daring di Kota Chrey Thum, Provinsi Kandal. Insiden ini terjadi pada 17 Oktober dan memicu kericuhan di kawasan operasional perusahaan tersebut.
Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, menyampaikan bahwa total terdapat 97 WNI dalam peristiwa tersebut. Dari jumlah itu, 86 orang kini berada di kantor polisi setempat, sedangkan 11 lainnya masih menjalani perawatan medis di rumah sakit. Meski begitu, ia memastikan bahwa kondisi para pasien tidak dalam keadaan mengancam keselamatan jiwa.
Pemerintah Indonesia melalui perwakilan diplomatik di Phnom Penh bergerak cepat menindaklanjuti peristiwa tersebut. Kedutaan Besar Republik Indonesia telah berkoordinasi langsung dengan otoritas Kamboja serta melakukan kunjungan kekonsuleran. Selain itu, kebutuhan dasar seperti makanan, logistik, hingga perlengkapan sanitasi turut diberikan kepada para WNI untuk memastikan kondisi mereka tetap terpantau.
Judha menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan pendampingan, termasuk mengupayakan bantuan hukum bagi para WNI yang diperiksa pihak kepolisian setempat. Ia menambahkan bahwa proses komunikasi intensif masih berjalan untuk membuka peluang pemulangan ke Indonesia dalam waktu dekat. Menurutnya, pendampingan hukum menjadi langkah penting agar seluruh proses berjalan transparan sesuai ketentuan setempat.
Dari 86 WNI yang masih berada di kantor polisi, empat orang ditetapkan dalam status tahanan. Keempatnya diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama WNI saat kericuhan berlangsung. Temuan tersebut didasarkan pada penyelidikan sementara otoritas Kamboja, dan pemerintah Indonesia masih memantau perkembangan proses hukumnya.
Kerusuhan ini menjadi kejadian kedua yang mencuat di Kamboja pada bulan yang sama. Beberapa waktu sebelumnya, kericuhan serupa terjadi di lokasi berbeda yang juga terkait dengan aktivitas penipuan daring. Fenomena ini memperlihatkan bahwa kasus penipuan berbasis teknologi masih marak dan melibatkan jaringan lintas negara.
Kementerian Luar Negeri mencatat lebih dari 10 ribu warga Indonesia telah terjerat jaringan penipuan daring di luar negeri sejak 2020. Praktik tersebut banyak ditemukan di sejumlah negara dan kerap berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Tidak sedikit dari para WNI yang direkrut melalui iming-iming gaji besar, sebelum akhirnya disekap dan dipaksa menjalankan aktivitas penipuan terhadap korban di berbagai negara.
Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa tidak semua individu dalam jaringan penipuan tersebut merupakan korban. Hasil penelusuran menemukan adanya sejumlah WNI yang secara sadar menerima tawaran pekerjaan tersebut karena tertarik keuntungan finansial. Kondisi inilah yang membuat pemerintah perlu memilah setiap kasus secara hati-hati agar proses hukum dapat ditegakkan secara proporsional.
Pemerintah kembali mengimbau masyarakat Indonesia agar lebih cermat dalam memilih pekerjaan di luar negeri. Prosedur resmi dan jalur penempatan tenaga kerja yang sah menjadi langkah penting untuk menghindari risiko penipuan, penyekapan, hingga eksploitasi. Pemerintah juga menekankan bahwa upaya pemberantasan jaringan penipuan lintas negara membutuhkan kerja sama yang kuat antara lembaga dalam negeri dan otoritas internasional.
Dengan terus melakukan koordinasi lintas negara, pemerintah berharap kasus serupa dapat ditekan dan keselamatan WNI di luar negeri semakin terlindungi.













