WASHINGTON DC, MikulNews — Pemerintah Amerika Serikat mencabut lebih dari 6.000 visa pelajar internasional, termasuk yang dianggap terlibat dalam tindakan antisemit, dalam upaya menegakkan aturan serta keamanan di kampus-kampus di Amerika Serikat. Langkah ini diumumkan oleh Departemen Luar Negeri AS yang menyatakan pencabutan visa ini terkait pelanggaran hukum dan masa tinggal melampaui batas yang diperbolehkan.
Menurut laporan dari Kompas.com, mayoritas pelanggaran yang menyebabkan pencabutan visa ini melibatkan keterlibatan dalam tindakan penyerangan dan aktivitas lainnya yang melanggar hukum di AS. Selain itu, pencabutan visa juga ditujukan kepada sejumlah pelajar yang dianggap berafiliasi atau menyebarkan aksi antisemitisme di lingkungan perguruan tinggi.
Pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden Donald Trump juga memperkenalkan kebijakan ketat terhadap visa pelajar. Dikutip dari Tempo, “Trump Administration to Cancel Student Visas of Pro-Palestinian Protesters” menyebutkan bahwa Trump menandatangani perintah eksekutif untuk memerangi antisemitisme, termasuk langkah deportasi pelajar yang terlibat dalam protes pro-Palestina.
Selain itu, sejumlah universitas ternama seperti University of California, Berkeley dan Stanford juga mengalami pencabutan visa terhadap beberapa mahasiswa mereka. “University of California, Berkeley mengumumkan bahwa enam mahasiswa telah dicabut visa F-1-nya oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri dan diperintahkan untuk meninggalkan negara itu,” ungkap Antara News dalam laporannya.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah AS memperketat penerbitan dan pengawasan visa pelajar demi menjaga keamanan nasional dan menghentikan penyebaran intoleransi di kampus-kampus. CNN Indonesia melaporkan bahwa pada periode ini juga diberlakukan kewajiban bagi pelamar visa pelajar untuk mencantumkan akun media sosial guna mendukung proses verifikasi yang lebih menyeluruh.
Dengan pencabutan 6 ribu visa pelajar itu, pemerintah AS mempertegas sikapnya terhadap pelanggaran aturan keimigrasian dan penanganan intoleransi, termasuk antisemitisme, di wilayahnya. Upaya ini diprediksi akan berlanjut sebagai bagian dari pengawasan ketat terhadap mahasiswa internasional yang belajar di Amerika Serikat.