detik.com – Adanya vaksin COVID-19 merupakan harapan dunia untuk mengakhiri pandemi. Selain biaya pengobatan pasien COVID 19 yang ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah juga berupaya menyediakan vaksin dari berbagai penjuru demi kesehatan dan keselamatan penduduknya. Saat ini, sudah ada tiga juta dosis vaksin yang sampai di Indonesia berupa vaksin dengan merek Sinovac. Vaksin tersebut berasal dari pengadaan APBN 2020, sudah direalisasikan sebesar Rp 633,8 M.
Semakin menunjukkan komitmen dalam membangun herd immunity (kekebalan kelompok), pemerintah memperkirakan penyediaan vaksin dan program vaksinasi hingga sampai ke masyarakat membutuhkan anggaran belanja APBN 2021 mencapai Rp 74 triliun. Anggaran tersebut rencananya akan dipenuhi melalui alokasi APBN 2021 sebesar Rp18 T, realokasi anggaran program penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) dari APBN 2020 sebesar Rp 36,4 T, serta refocusing dan realokasi belanja Kementerian/Lembaga.
Selain itu, untuk mendukung proses impor vaksin, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Pengadaan Vaksin dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Melalui kedua beleid tersebut, pemerintah memberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor pengadaan vaksin sehingga mengurangi beban biaya penanganan pandemi COVID-19.
Selain pengadaan yang berasal dari APBN, Indonesia juga mendapatkan vaksin gratis dari hasil perjanjian Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI) COVAX Facility. Vaksin ini merupakan kerja sama pengembangan vaksin antara World Health Organization (WHO) dan GAVI. Formulir B vaksin GAVI COVAX Facility sudah ditandatangani bersama oleh Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan. Penandatanganan dokumen tersebut untuk memastikan keikutsertaan Indonesia dalam pengadaan108 juta dosis vaksin gratis.
Harus Sukses
Jauh sebelum pandemi, isu vaksinasi sendiri sudah mendapat black campaign dari kalangan antivaksin. Pandangan sesat bahwa vaksin menimbulkan efek negatif jangka panjang terus digaungkan kelompok tersebut. Beberapa hoaks terkait vaksin COVID-19 sudah menyebar dengan aplikasi perpesanan semakin meresahkan masyarakat.
Untunglah, Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang divaksin. Ini menjadi bukti bahwa vaksin COVID-19 aman sehingga masyarakat tidak perlu ragu lagi untuk divaksinasi.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat untuk vaksin COVID-19 ini. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa MUI Nomor 02 Tahun 2021 terkait kehalalan vaksin COVID-19 produksi perusahaan Sinovac dan PT Biofarma. Diharapkan masyarakat semakin yakin atas keamanan dan kehalalan vaksin tersebut.
Mau tidak mau vaksinasi COVID-19 harus sukses karena selain sebagai upaya mengakhiri pandemi, biaya yang dikeluarkan tidak main-main besarnya. Kunci efektivitas vaksinasi COVID-19 yakni kepatuhan masyarakat untuk mau divaksinasi. Pertama, yang perlu dilakukan ialah edukasi kepada masyarakat. Adanya gerakan penolakan jelas mengancam kesuksesan vaksinasi COVID-19, apalagi gerakan ini ditambah dukungan masyarakat yang memiliki pengaruh kuat.
Publikasi terkait vaksin haruslah sederhana dan mudah dipahami. Beberapa aspek yang tidak boleh lewat dari publikasi antara lain timeline waktu pemberian vaksin, siapa saja kelompok masyarakat yang mendapatkan pada rentang waktu tersebut, fasilitas kesehatan yang melakukan vaksinasi, dan tidak kalah penting ialah manajemen risiko jika timbul gejala pasca vaksinasi. Penting untuk disediakan basis data pengetahuan bagi seluruh fasilitas kesehatan yang melakukan vaksinasi COVID-19.
Kedua, perlu repetisi pesan bahwa setelah masyarakat mendapatkan vaksinasi masih harus menerapkan perilaku 3M yakni memakai masker, rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak sampai pandemi dinyatakan berakhir. Pesan ini perlu disampaikan oleh pemerintah dan influencer yang merupakan tenaga kesehatan karena memiliki kredibilitas dalam menyampaikan pesan tersebut.
Ketiga, besarnya anggaran pengadaan vaksin dan vaksinasi membutuhkan dukungan dari Kementerian/Lembaga agar dapat melakukan penghematan untuk mata anggaran non prioritas. Mata anggaran tersebut antara lain anggaran perjalanan dinas, belanja jasa, sewa, paket meeting, dan sebagainya. Anggaran penyediaan vaksin dikelola dengan sangat hati-hati, memperhatikan tata kelola yang baik, dan tidak mengganggu program prioritas pemerintah. Saya siap divaksinasi, Anda?