Site icon InformasiBerita

KKP Kajian 66 Perusahaan Pengaju Izin Ekspor Pasir Laut, Kritik Terus Bermunculan

KKP Kajian 66 Perusahaan Pengaju Izin Ekspor Pasir Laut

KKP Kajian 66 Perusahaan Pengaju Izin Ekspor Pasir Laut

MikulNews.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini sedang dalam tahap mengkaji dan menyeleksi 66 perusahaan yang telah mengajukan izin ekspor pasir laut. Langkah ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 yang mengatur implementasi pengelolaan hasil sedimentasi tersebut.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, menyatakan bahwa hingga saat ini izin pengerukan pasir laut masih berada pada tahap perencanaan. “Sampai saat ini masih tahap perencanaan, jangan khawatir kami kendor di situ. Aparat di lapangan, kapal-kapal kami standby, apabila ini diterapkan kami siap mengamankan peraturan yang berlaku, siap menjaga jangan sampai disalahgunakan, bahkan jangan sampai mempengaruhi pulau kecil di dekatnya. Kami pastikan kami hadir di lapangan,” kata Pung dalam konferensi pers daring yang diadakan pada Senin, 23 September 2024.

Dalam pernyataannya, Pung juga memastikan bahwa pengawasan terhadap aktivitas penambangan pasir laut dilakukan dengan ketat. Menurutnya, sepanjang tahun 2024, belum ada kasus penambangan ilegal pasir laut yang terdeteksi. “Sampai saat ini, kita belum menemukan adanya aktivitas ilegal terkait pengerukan pasir laut,” ujarnya.

Namun, Pung juga mengungkapkan bahwa pada Juni lalu, KKP sempat mendeteksi adanya dua kapal asing yang dicurigai melakukan pengerukan pasir di perbatasan laut Indonesia. Dugaan penambangan ilegal ini terjadi di wilayah perairan Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia, serta di perairan Natuna.

“Kami sempat memeriksa kapal pengeruk pasir laut Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) tersebut. Kami sudah memiliki sistem, peralatan, dan sumber daya manusia yang cukup untuk melakukan pengawasan. Setiap kapal pengeruk pasir yang melintas di perairan Indonesia terpantau melalui sistem AIS (Automatic Identification System) yang memungkinkan kami untuk melacak pergerakan kapal. Ketika kami curiga, kami segera melakukan pemeriksaan. Ternyata kapal tersebut hanya melintas, dan kami memeriksa hingga bagian palka kapal untuk memastikan tidak ada aktivitas ilegal,” jelas Pung.

Baca juga: Optimalkan Cooling System Demi Pilkada Lampung yang Aman dan Kondusif

Kritik dari Aktivis Perikanan

Di sisi lain, kebijakan ekspor pasir laut ini mendapatkan kritik keras dari berbagai pihak, terutama dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara). Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, menyoroti langkah pemerintah yang dianggap tidak responsif terhadap masukan masyarakat terkait kebijakan ekspor pasir laut ini.

Menurut Susan, pemerintah seharusnya mendengarkan aspirasi publik yang menginginkan penghentian kebijakan ini, bukan justru terus melanjutkan proses seleksi perusahaan. “Alih-alih mendengar masukan publik, mengevaluasi serta menghentikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023, KKP saat ini tengah mengkaji dan menyeleksi 66 perusahaan yang telah mengajukan izin untuk ekspor pasir laut,” tegas Susan.

Susan juga menyampaikan kritik tajam kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang menurutnya tidak menunjukkan sikap tegas untuk segera mencabut peraturan yang mengizinkan ekspor pasir laut. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini akan merugikan ekosistem laut dan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada kelestarian sumber daya kelautan.

“Peraturan ini jelas memberikan ruang bagi kerusakan lingkungan, terutama bagi ekosistem laut dan pulau-pulau kecil. Pemerintah seharusnya lebih mengedepankan keberlanjutan lingkungan daripada keuntungan ekonomi jangka pendek,” tambah Susan.

Manfaat Ekspor Pasir Laut dan Potensi Dampaknya

Kebijakan ekspor pasir laut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, yang mengatur bahwa hasil pengelolaan sedimentasi laut dapat dimanfaatkan secara komersial, termasuk untuk ekspor. Pemerintah berargumen bahwa sedimentasi laut, seperti pasir laut, dapat memberikan manfaat ekonomi jika dikelola dengan baik, terutama dalam mendukung sektor konstruksi dan reklamasi di dalam maupun luar negeri.

Namun, kritik utama datang dari para aktivis lingkungan dan nelayan yang khawatir bahwa pengerukan pasir laut dalam skala besar dapat berdampak negatif pada lingkungan laut. Penambangan pasir laut yang berlebihan berpotensi merusak ekosistem terumbu karang, mengurangi populasi ikan, dan mengancam kelestarian pulau-pulau kecil yang rentan terhadap abrasi.

Selain itu, terdapat kekhawatiran bahwa praktik ekspor pasir laut dapat memperburuk masalah perbatasan laut dengan negara tetangga. Pengerukan pasir laut di wilayah perbatasan Indonesia, seperti yang sempat terdeteksi di Kepulauan Riau dan Natuna, dikhawatirkan bisa menimbulkan ketegangan diplomatik jika tidak dikelola dengan hati-hati.

Tantangan Pengawasan dan Langkah KKP

Dalam menghadapi tantangan ini, KKP menegaskan komitmennya untuk terus melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas pengerukan pasir laut. Pung Nugroho Saksono menyatakan bahwa seluruh kapal pengeruk pasir yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia akan diawasi dengan ketat melalui sistem AIS dan patroli laut. “Kami pastikan bahwa tidak ada satu pun aktivitas yang melanggar peraturan yang berlaku,” tegas Pung.

Ke depannya, KKP juga berencana memperketat prosedur perizinan ekspor pasir laut dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan dampaknya terhadap masyarakat pesisir. Pemerintah berharap, dengan adanya pengawasan yang ketat dan regulasi yang jelas, kebijakan ini dapat memberikan manfaat ekonomi tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.

Author

Exit mobile version