Polri Ungkap Pelaku Pinjol Ilegal Fitnah Korban Bandar Narkoba Hingga Sebar Foto Tak Senonoh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika menyebutkan pinjaman online ilegal yang ditangkap di Medan tak hanya melakukan penipuan kepada para korbannya.
Menurut Helmy, para tersangka juga melakukan teror di akun sosial media para korbannya yang enggan membayarkan suku bunga yang tidak masuk akal yang ditetapkan secara sepihak para pelaku.
Dijelaskan Helmy, ada korban yang mengaku difitnah menjadi bandar narkoba oleh para pinjol ilegal.
“Dimana mereka membuat pesan, tulisan yang mungkin sifatnya sudah mencemarkan nama baik. Contohnya adalah seperti ini. Dibuat seolah-olah bahwa borrower itu adalah bandar sabu, bandar narkoba,” kata Helmy dalam jumpa pers virtual di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (29/7/2021).
Ia menuturkan ada pula korban yang fotonya diedit dengan gambar yang berbau pornografi. Mayoritas korban yang diteror ini adalah perempuan.
“Kemudian mohon maaf kalau dia perempuan, dicrop, ditempelkan dengan yang tidak senonoh, serta yang lain-lainnya,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan pihaknya akan terus melakukan penindakan terhadap pinjaman online ilegal yang diperkirakan masih ada ribuan.
“Itu yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Ini sudah kita lakukan penangkapan dan akan terus kita kembangkan ke jaringan-jaringan lain,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mendukung upaya Polri untuk memberantas pinjaman online ilegal di Indonesia. Ia menyebutkan tindakan mereka telah tergolong tindak pidana penipuan.
Baca juga: Bijak saat Gunakan Pinjaman Online, Pastikan Bersertifikat OJK agar Terhindar dari Penipuan
“Kerugian masyarakat materiil dan imateriil. Secara materiil mrk menipu. Jadi ketika masyarakat meminjam Rp 1 juta yang dicairkan Rp 600 ribu, bunganya tidak sesuai perjanjian, ini penipuan dan pemerasan. Mereka juga selalu menyebarkan data pribadi para peminjam. Jadi sangat tepat mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tukasnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menangkap 8 tersangka pelaku pinjaman online (pinjol) ilegal bermodus koperasi simpan pinjam (KSP) di Medan, Sumatera Utara. Pinjol ini juga dikendalikan dua Warga Negara Asing (WNA) yang kini masih buron.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika menyampaikan modus operasi pinjol ilegal ini memakai SMS blasting untuk menawarkan jasa peminjaman uang kepada korbannya.
Ia menuturkan SMS blasting inilah yang menjadi titik penyidik melakukan pengungkapan kasus ini. Dari SMS itu, pelaku terdeteksi berada di Medan, Sumatera Utara.
“Kemudian tim berangkat ke Medan, melakukan profiling, penyelidikan dan kita melakukan penangkapan di Medan. Dari situ berkembang bahwa ternyata para pelaku itu selain PT SCA juga terafiliasi dengan beberapa KSP. Koperasi simpan pinjam,” kata Helmy dalam jumpa pers virtual di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (29/7/2021).
Ia menuturkan jaringan ini biasanya memakai nama koperasi simpan pinjam hidup hijau, cinta damai, pulau bahagia, dana darurat, dana cepat cair, pinjaman kejutan super dan nama-nama lainnya. Mereka semua terafiliasi dengan jaringan ini.
Dalam kasus ini, pihaknya menangkap total 8 orang sebagai tersangka yang memiliki peran berbeda-beda. Adapun dua orang di antaranya merupakan bagian debt collector alias penagihan utang.
“Jadi kita telah lakukan penangkapan total keseluruhan adalah 8 tersangka dengan berikut barang bukti tadi ada ribuan SIM card, modem pool untuk mengirim SMS blasting, kemudian ini ada beberapa HP dan laptop yang fungsinya untuk melihat alur transaksi, transaksi komunikasi dari para pelaku itu,” ungkapnya.
Selain, itu, pihaknya juga masih memburu dua WNA yang juga turut terlibat dalam pinjaman online tersebut.
“Ada beberapa tersangka yang masih dilalukan pengejaran WNA, ini sudah kita lakukan pencekalan dan mengirimkan DPO kepada kedua orang ini,” tukasnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat Pasal 45 ayat 3 tentang UU ITE, Pasal 8 dan Pasal 62 UU 8/1999 tentang perlindungan konsumen serta UU Cipta Kerja dan Pasal 311 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.