Jakarta –
Anggota Komisi III Fraksi Partai Gerindra Wihadi Wiyanto mendukung jargon baru Polri yang diperkenalkan Komjen Listyo Sigit Prabowo saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), yaitu PREdiktif, responSIbilitas, dan transparanSI berkeadilan (Presisi). Wihadi menuturkan ‘Presisi’ menghilangkan trauma anggota terhadap jargon Polri sebelumnya, yakni PROfesional, MOdern, TERpercaya (Promoter).
“Jadi paparan tadi, Pak, ada beberapa perubahan ke depan yang memang kita harapkan daripada polisi. Polisi yang lalu mengatakan bahwa dengan semboyan Promoter, dan sekarang Bapak merupakan dengan Presisi. Ini saya harapkan ada suatu perubahan juga,” ucap Wihadi kepada calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo di ruang Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/1/2021).
Wihadi menyinggung soal mekanisme hukuman dan penghargaan (punishment and reward) di Polri terkait jargon itu. Pada masa Promoter, reward lebih banyak diberikan kepada anggota-anggota di satuan kerja tertentu, semisal narkoba dan terorisme.
“Jadi kalau pada dulu, Pak, itu adanya suatu mekanisme punish and reward yang dilakukan pihak kepolisian dan saya lihat tadi Bapak juga masih menerapkan punish and reward terhadap setiap anggota. Maka punish and reward ini, saat ini reward-nya lebih banyak kepada mereka-mereka yang menangani penanganan masalah-masalah seperti narkoba, teroris, dan kejahatan-kejahatan konvensional,” tutur Wihadi.
“Pada saat ini Bapak juga sudah melihat bahwa polisi ke depan 4.0, artinya polisi-polisi yang menangani kejahatan konvensional dan juga polisi-polisi yang di belakang, yang menangani permasalahan administrasi, pembinaan, dan juga siber, ini yang tidak terlihat,” sambung Wihadi.
Wihadi menuturkan banyak anggota Polri yang mengeluhkan penerapan sistem reward di masa jargon Promoter. Wihadi mengambil contoh seorang polisi yang menjabat sebagai kepala bidang hukum (kabidkum) di suatu polda yang susah mendapatkan kesempatan sekolah.
“Saat ini juga banyak polisi yang seperti itu sekarang dalam masalah reward, mereka kesulitan. Artinya, mereka banyak yang mengeluh untuk melakukan jenjang sekolah saja mereka kesulitan. Sebagai contoh itu ada kabidkum salah satu polda di Jawa, mereka sudah bisa memenangkan perkara-perkara. Nah perkara-perkara praperadilan ini juga bagian daripada apa yang ke depannya masyarakat juga akan mengkritisi polisi. Nah, ini juga menjadi garda terdepan bagi polisi bagaimana untuk melakukan penanganan-penanganan gugatan-gugatan itu, ini pun kesulitan mereka,” tutur WIhadi.
“Kalau sekarang Bapak mengganti jadi Presisi, ini suatu hal yang saya harap, ada satu pelesetan dari Promoter, Pak. Promoter katanya ‘promosi orang-orang tertentu’. Nah, sekarang Bapak ganti dengan Presisi ini, trauma itu dari anggota hilang, tidak lagi Promoter, tidak ada lagi (kata) ‘tertentunya’ itu. Kami harapkan Presisi,” tutup Wihadi.
(aud/fjp)