JAKARTA, Mikulnews — Fluktuasi tajam nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat mewarnai perdagangan hari ini, Rabu (10/9/2025), dipicu oleh gabungan sentimen domestik dan global. Kekhawatiran investor terhadap perubahan mendadak di pucuk Kementerian Keuangan bersamaan dengan antisipasi rilis data inflasi Amerika Serikat menjadi faktor utama yang menekan mata uang Garuda.
Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Rupiah sempat menunjukkan penguatan tipis ke level Rp16.455 per dolar AS. Namun, para analis memproyeksikan tren pelemahan masih berpotensi berlanjut, dengan perkiraan rentang pergerakan di kisaran Rp16.480 hingga Rp16.550.
Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa dilaporkan mendapat respons negatif dari para investor, sebagaimana diungkapkan oleh Lukman Leong, analis mata uang dari Doo Financial Futures. “Sentimen domestik ini sangat kuat, tercermin dari IHSG yang berbalik turun besar pasca konfirmasi berita ini,” ujar Lukman dalam pernyataannya.
Selain goncangan internal, indeks dolar AS turut memberikan tekanan tambahan pada Rupiah. Pasar menaruh perhatian pada prospek pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed), yang ketidakpastiannya ikut membebani pergerakan mata uang. Rilis data inflasi AS yang dijadwalkan pada malam hari nanti menjadi penentu penting bagi arah kebijakan suku bunga The Fed.
Pelemahan Rupiah berpotensi memicu kenaikan harga barang impor, khususnya bahan baku, yang dapat mendorong inflasi dan menggerus daya beli masyarakat. “Harga impor seperti minyak naik akan mempengaruhi kebijakan subsidi BBM. Jika subsidi tak ditingkatkan, harga BBM melonjak dan mendorong kenaikan biaya transportasi dan produk-produk yang menggunakan bahan bakar minyak lainnya,” jelas Prof. Dr. Rudi Purwono SE MSE, Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR). Perusahaan yang memiliki utang dalam denominasi dolar AS juga akan merasakan peningkatan beban finansial yang signifikan.
Di sisi lain, pelemahan Rupiah dapat menjadi katalis positif bagi sektor ekspor dengan membuat produk Indonesia lebih kompetitif di pasar internasional. Industri yang mengandalkan bahan baku lokal dapat menikmati penurunan biaya produksi. Sektor pariwisata juga diperkirakan akan mendapat dorongan dari masuknya wisatawan asing.
Bank Indonesia (BI) memegang peranan krusial dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah melalui instrumen kebijakan moneter, termasuk intervensi pasar dan pengelolaan utang luar negeri. Koordinasi erat antara pemerintah, BI, dan sektor swasta menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan ekonomi nasional.
Meski menghadapi tekanan, stabilitas Rupiah masih ditopang oleh beberapa faktor fundamental. Aliran masuk modal asing dan surplus neraca perdagangan barang yang terjaga memberikan bantalan ekonomi. Penguatan mata uang negara-negara Asia lainnya juga turut memberikan sentimen positif secara regional.
Saat ini, keengganan investor asing untuk menempatkan dananya di Indonesia menjadi tantangan yang dapat menghambat aliran modal masuk dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah terus berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk menjaga kepercayaan investor dan stabilitas nilai tukar.
Pada pukul 09.19 WIB, Rupiah diperdagangkan pada level Rp16.439,5 per dolar AS, menunjukkan penguatan 42 poin atau 0,25 persen dari penutupan sebelumnya. Kurs jual dolar AS di BRI tercatat Rp16.449, sementara kurs beli berada di Rp16.423.













