JAKARTA, Mikulnews — Jaringan ikat di tubuh menjadi target utama dari penyakit autoimun langka yang dikenal sebagai scleroderma, yang mengakibatkan pengerasan serta penebalan pada kulit dan berpotensi memengaruhi organ-organ vital di dalam tubuh.
Kondisi ini berawal ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan ikat, memicu produksi kolagen yang berlebihan, sebuah protein struktural penting. Scleroderma menunjukkan preferensi lebih tinggi untuk menyerang wanita, terutama mereka yang berusia antara 30 hingga 50 tahun. Meski akar penyebab pastinya masih diselidiki, para ahli meyakini bahwa kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan kelainan pada sistem kekebalan berkontribusi pada perkembangannya.
Gejala penyakit ini sangat bervariasi, bergantung pada area tubuh yang terdampak. Bentuk yang dikenal sebagai localized scleroderma biasanya terbatas pada kulit, memanifestasikan diri sebagai bercak oval yang kadang terasa gatal. Sebaliknya, systemic sclerosis memiliki jangkauan yang lebih luas, dapat menyerang organ dalam seperti paru-paru, jantung, ginjal, dan saluran pencernaan. Manifestasi dari systemic sclerosis dapat mencakup sesak napas, kelelahan ekstrem, nyeri pada persendian, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
“Diffuse scleroderma, yaitu jenis scleroderma yang dapat menyebabkan gejala yang lebih berat, seperti: Penumpukan kolagen serta pengerasan jaringan ikat di bagian organ dalam, seperti paru-paru, jantung, ginjal, atau saluran pencernaan”, demikian penjelasan mengenai keparahan jenis diffuse scleroderma. Penyakit yang menyerang kulit ini dapat menyebabkan kulit dan jaringan di bawahnya menjadi mengeras serta menebal.
Saat ini, belum ada obat yang mampu menyembuhkan scleroderma sepenuhnya. Upaya pengobatan berfokus pada pengelolaan gejala, perlambatan progresivitas penyakit, dan pencegahan timbulnya komplikasi. Terapi dapat meliputi pemberian kortikosteroid untuk meredam aktivitas sistem kekebalan tubuh, obat-obatan untuk melebarkan pembuluh darah guna mengatasi tekanan darah tinggi, serta obat penekan asam lambung. Fisioterapi juga memainkan peran penting dalam membantu pasien mengatasi nyeri dan meningkatkan kekuatan fisik.
Pemantauan ketat dan manajemen proaktif terhadap komplikasi adalah aspek krusial dalam penanganan scleroderma. Komplikasi yang mungkin timbul mencakup luka kulit yang berisiko berkembang menjadi gangren, masalah jantung seperti kardiomiopati dan aritmia, serta gangguan paru-paru termasuk hipertensi pulmonal dan fibrosis paru. Beberapa individu dapat mengalami komplikasi scleroderma yang menyebabkan masalah jantung serius, termasuk kardiomiopati yang ditandai dengan jaringan parut dan pelemahan otot jantung. Sebagian besar orang tidak memiliki kerabat atau anak yang turut menderita skleroderma, walaupun ada beberapa kasus ditemukannya skleroderma dalam keluarga.
Sulitnya mengidentifikasi penyebab pasti membuat upaya pencegahan scleroderma menjadi tantangan. Namun, pemeriksaan kesehatan rutin bagi individu dengan faktor risiko dan penghindaran paparan zat kimia berbahaya dapat menjadi langkah mitigasi risiko. Skrining genetik mungkin direkomendasikan bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit ini dalam keluarga. Selain itu, penggunaan alat pelindung diri di lingkungan kerja yang berpotensi memaparkan zat kimia berbahaya sangat dianjurkan.
Perubahan gaya hidup juga dapat berkontribusi dalam pengelolaan penyakit autoimun kulit scleroderma ini. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), termasuk ibuprofen atau aspirin, dapat membantu meredakan pembengkakan dan rasa sakit yang dialami pasien scleroderma. Meskipun merupakan kondisi yang kompleks, pemahaman mendalam mengenai scleroderma dan strategi manajemen yang efektif dapat secara signifikan meningkatkan kualitas hidup para penderitanya.