Jakarta, Beritasatu.com – Imparsial mengapresiasi hadirnya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN-PE).
Sebab dengan regulasi itu, penanggulangan ekstremisme hingga terorisme bisa optimal dilakukan.
“Kami apresiasi lahirnya Perpres RAN PE tersebut. Sebuah progres yang patut diapresiasi,” ujar Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra, dalam Seminar Publik ‘Indonesia di Tengah Tantangan Terorisme’ yang digelar Perhimpunan Pendidikan Pancasila untuk Demokrasi, di D’Hotel, Jakarta, Sabtu (10/4/2021).
Penangkapan orang-orang yang terkait dugaan tindak pidana terorisme, disebut Imparsial makin sering di tahun ini. Kondisi itu terjadi, tak terlepas berkat hadirnya Perpres RAN PE. Menurut Ardi, upaya ini sudah tepat.
“Penangkapan terorisme tahun ini cukup gencar. Penangkapan-penangkapan ini terjadi sejak pemerintah terbitkan Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional dan Penanggulangan Ekstrimisme (RAN-PE),” tuturnya melalui rilis pers, Senin (12/4/2021).
“Jadi judulnya sendiri negara ingin clear dan tegas menyasar target yang jelas sehingga judul dan definisinya panjang. Sebagai upaya mengkoordinasikan dan membangun kerja kolektif antara pemangku kepentingan di Indonesia, niatnya sudah bagus,” imbuh Ardi.
Meski begitu, Imparsial menyarankan agar Perpres tersebut diperjelas. Sebab sasaran dari Perpres dinilai terlalu luas.
“Tapi secara umum RAN PE menyasar semua bentuk dimensi terorisme yang perlu dirinci pemangku kepentingan,” jelasnya.
Senada, pengamat politik Adi Prayitno juga mendukung keberadaan Perpres RAN PE. Perpres itu diharapkan menjadi awal dari pembenahan penanganan persoalan terorisme di RI secara lebih serius.
“Pentingnya Perpres RAN PE meski baru tiga bulan dan dikritisi banyak orang, tapi ini harus disemangati dan didukung. RAN PE harus jadi trigger, persoalan terorisme jadi persoalan kita semua,” tuturnya.
“Anti terorisme harus menjadi kurikulum di sekolah, itu penting. Ini nyata tampak, tidak laten karenanya sekolah-sekolah wajib menjadikan ekstrimisme sebagai pendidikan sehingga orang paham bagaimana mengantisipasinya. Perlawanan terorisme itu harus terintegrasi mulai dari pelajaran dimasukkan ke sekolah-sekolah, ormas, partai politik,” papar Adi melanjutkan.
Akademisi dari President University, Muhammad AS Hikam menilai, radikalisme dan terorisme merupakan persoalan serius bagi bangsa. Karena itu, upaya mengatasinya juga diharapkan secara sungguh-sungguh.
“Ancaman strategis nasional yang terutama adalah masalah radikalisme dan terorisme, bisa dianggap sebagai fenomena domestik dan transnasional, lalu separatis, terorisme lalu nyata dan hadir bukan sesuatu yang dianggap sebagai teori konspirasi global,” papar dia.
Sementara itu pengamat terorisme Noor Huda Ismail, menambahkan terorisme muncul karena masyarakat dan masalah sosial. Sebagai solusi, ia pun menyarankan agar mantan narapidana kasus terorisme (napiter) dikembalikan ke masyarakat.
“(Eks napiter) harus dikembalikan ke masyarakat kecuali yang mendapatkan hukuman mati atau seumur hidup,” tandasnya.
Sumber: BeritaSatu.com