Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan untuk menjatuhkan sanksi memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK pada Selasa (07/11). Putusan ini dibacakan setelah MKMK merampungkan proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik hakim pada Jumat pekan lalu. Anwar Usman terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK terkait putusan kasus batas usia calon presiden. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Dengan pembuktian ini, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Anwar Usman dari jabatan ketua MK.
Poin Penting:
- MKMK memutuskan memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK.
- Penentuan pemberhentian didasarkan pada pelanggaran berat Anwar Usman terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
- MKMK merampungkan proses pemeriksaan dan pembacaan putusan pada Selasa, 7 November.
- Putusan MKMK mengenai pemberhentian Anwar Usman merupakan berita terbaru dari Indonesia.
- Pemberhentian ini terkait dengan putusan kasus batas usia calon presiden.
Anwar Usman Tidak Berhak Mencalonkan Diri
Anwar Usman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, telah dinyatakan tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi. Hal ini terkait dengan pelanggaran etik yang dilakukan olehnya dalam putusan kasus batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman tidak diperkenankan terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilu, pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Perlu diketahui bahwa putusan ini tidak berlaku untuk perkara yang menuai polemik, yaitu “perkara 90” yang diputuskan oleh Anwar Usman mengenai syarat calon presiden dan wakil presiden di bawah usia 40 tahun selama bakal calon tersebut berpengalaman sebagai kepala daerah.
Anwar Usman Tidak Berhak Mencalonkan Diri
Menurut ketentuan yang berlaku, Anwar Usman tidak memiliki hak untuk mencalonkan diri atau menduduki jabatan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor berakhir. Hal ini merupakan konsekuensi dari pelanggaran etik yang dilakukan oleh Anwar Usman dalam putusan batas usia calon presiden dan wakil presiden.
“Anwar Usman telah melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi terkait dengan putusan kasus batas usia calon presiden. Oleh karena itu, dia tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi,” ujar juru bicara Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Anwar Usman juga tidak diperkenankan terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan. Namun, penting untuk dicatat bahwa putusan ini tidak berdampak pada “perkara 90” yang menentukan syarat calon presiden dan wakil presiden di bawah usia 40 tahun dengan pengalaman sebagai kepala daerah.
Tanggapan dan Kritik terhadap Putusan MKMK
Putusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK telah mendapatkan berbagai tanggapan dan kritik dari berbagai pihak. Para pakar hukum seperti Profesor Susi Dwi Harijanti dan Arief Maulana, serta tokoh masyarakat Mahfud Md, telah mengeluarkan pendapat mereka terkait putusan ini.
Profesor Susi Dwi Harijanti berpendapat bahwa Anwar Usman seharusnya mengundurkan diri sebagai hakim MK setelah putusan MKMK. Menurutnya, tindakan Anwar Usman melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sehingga pengunduran diri seharusnya menjadi langkah yang tepat.
Arief Maulana, kuasa hukum pelapor dalam kasus ini, mengkritik putusan MKMK yang ia anggap tidak sesuai harapan. Menurutnya, putusan tersebut seharusnya lebih progresif dalam menangani kasus pelanggaran etik yang dilakukan oleh Anwar Usman.
Di sisi lain, Mahfud Md memberikan tanggapan positif terhadap putusan MKMK. Ia mengapresiasi langkah MKMK dalam menjatuhkan sanksi kepada Anwar Usman dan membanggakan MK sebagai penjaga konstitusi. Mahfud Md juga menegaskan bahwa putusan MKMK tidak mempengaruhi keabsahan putusan MK tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Dugaan Kebohongan Anwar Usman dan Pelanggaran Etik Lainnya
Terungkap dugaan kebohongan Anwar Usman terkait ketidakhadirannya dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang menentukan putusan perkara batas usia capres-cawapres. Hal ini menjadi salah satu pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Tak hanya itu, MKMK juga menemukan bahwa seluruh hakim konstitusi terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim terkait dengan dugaan kebocoran rapat tertutup dan praktik pelanggaran berbenturan kepentingan.
Pada putusan MK, Anwar Usman dinyatakan melanggar kode etik dan perilaku hakim MK terkait dengan putusan kasus batas usia calon presiden. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Anwar Usman dari jabatan ketua MK. Seluruh hakim konstitusi juga dikenakan sanksi teguran lisan atas pelanggaran yang dilakukan.
Dugaan kebohongan Anwar Usman dan pelanggaran etik oleh hakim Mahkamah Konstitusi ini merupakan kasus yang menarik perhatian masyarakat. Kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dan etika dalam menjalankan tugas sebagai hakim. Putusan MKMK menjadi bukti adanya penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia dan mengingatkan semua pihak akan pentingnya menjaga integritas sebagai penegak konstitusi.