Demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) kembali menjadi sorotan akibat penyebarannya yang kian meluas di Indonesia. Virus ini telah menyebabkan kematian ribuan babi secara mendadak dan memicu kekhawatiran besar di kalangan peternak.
Menurut laporan Badan Karantina Indonesia (Barantin), sebanyak 32 provinsi di Tanah Air kini melaporkan wabah tersebut. Daerah yang terdampak termasuk Papua, Papua Tengah, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Papua Tengah mencatat angka kematian yang signifikan dengan 6.273 ekor babi mati akibat ASF pada Januari 2024. Hingga kini, Indonesia belum memiliki vaksin yang efektif untuk mengatasi wabah ini, berbeda dengan flu burung yang vaksinnya sudah tersedia.
Penyebab dan Cara Penyebaran Virus ASF
Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI, menjelaskan bahwa ASF disebabkan oleh virus dari Genus Asfivirus dalam Family Asfaviridae. Virus ini menyerang babi domestik maupun liar tanpa memandang usia.
“ASF sangat menular dan bisa menyebabkan kematian hingga 100 persen. Dampaknya tidak hanya pada populasi babi, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar di sektor peternakan,” ujar Aji, Selasa (17/12/2024).
Virus ini menyebar melalui berbagai jalur, antara lain:
- Kontak langsung antar babi.
- Serangga sebagai vektor.
- Material pembawa seperti pakaian, peralatan peternakan, dan kendaraan.
- Pakan mentah yang terkontaminasi.
Meskipun sangat mematikan bagi babi, Aji menegaskan bahwa virus ASF tidak berbahaya bagi manusia. “ASF bukan penyakit zoonosis, sehingga tidak ada risiko penularan dari hewan ke manusia,” jelasnya.
Namun, penanggulangan penyakit ini menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian serta dinas terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Baca juga: 5 Anggota Bali Nine Kembali ke Australia setelah 20 Tahun di Penjara Indonesia
Dalam upaya menekan penyebaran virus, Aji mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan kepada petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat dalam waktu 1×24 jam jika menemukan babi yang sakit atau mati.
“Masyarakat sebaiknya tidak menjual atau membeli babi yang sakit. Selain itu, lakukan pembersihan dan desinfeksi peternakan babi secara rutin,” katanya.
Aji juga menyarankan agar masyarakat hanya mengonsumsi daging babi dari hewan sehat yang sudah diawasi pemotongannya oleh otoritas berwenang. Proses memasak daging hingga matang sempurna sangat dianjurkan untuk memastikan keamanannya.
Ketiadaan vaksin menjadi tantangan besar dalam penanggulangan ASF. “Hingga saat ini, belum ada vaksin untuk melawan virus ASF,” ungkap Aji.
Dengan kondisi ini, langkah pencegahan melalui kebersihan dan pelaporan dini menjadi sangat penting. Pemerintah terus berupaya mengoordinasikan penanganan wabah ini untuk melindungi sektor peternakan dan meminimalkan kerugian ekonomi yang lebih besar.